Sabtu, 24 Maret 2018

ADAB-ADAB TERHADAP AL-QUR'AN



Setiap muslim harus meyakini kesucian Kalamulloh, keagungannya, dan keutamaannya di atas seluruh  kalam  (ucapan).  Al Qur’anul  Karim  itu  Kalamulloh yang  didalamnya  tidak  ada kebatilan.  Al Qur’an  memberi  petunjuk  jalan  yang  lurus  dan  memberi  bimbingan  kepada  umat manusia  didalam  menempuh  perjalanan  hidupnya,  agar selamat  di  dunia  dan  di  akhirat,  dan dimasukkan  dalam  golongan  orang-orang  yang  mendapatkan  rahmat  dari  Alloh  Ta’ala.  Untuk itulah, tiada ilmu yang lebih utama dipelajari oleh seorang Muslim melebihi keutamaan mempelajari Al Qur’an.  Sebagaimana  sabda  Nabi  ShallAllohu  ‘alaihi  wa  sallam,  yang  artinya:  “Sebaik-baik kamu adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari).

Dalam  riwayat  Imam  Muslim  dijelaskan,  yang  artinya : “Bacalah  Al-Qur’an,  sesungguhnya  Al-Qur’an itu akan menjadi syafa’at di hari Qiyamat bagi yang membacanya (ahlinya).” (HR. Muslim). Wajib  bagi  kita  menghalalkan  apa  yang  dihalalk-an  Al Qur’an  dan  mengharamkan  apa  yang diharamkannya.  Diwajibkan  pula  beradab  dengannya  dan  berakhlaq  terhadapnya.  Untuk mendapatkan  kesempurnaan  pahala  dalam  membaca  Al Qur’an,  di  saat  membaca  Al Qur’an seorang Muslim perlu memperhatikan adab-adab yang akan disampaikan pada tulisan berikut ini.

Agar membacanya dalam keadaan yang sempurna, suci dari najis, dan dengan duduk yang sopan dan  tenang.  Dalam  membaca  Al Qur’an  dianjurkan  dalam  keadaan  suci.  Namun  apabila  dia membaca  dalam  keadaan  najis,  diperbolehkan  dengan  Ijma’  umat  Islam.  Imam  Haromain berkata : orang yang membaca Al Qur’an dalam keadaan najis, dia tidak dikatakan mengerjakan hal yang makruh, akan tetapi dia meninggalkan sesuatu yang utama. (At-Tibyan, hal. 58-59).

Membacanya  dengan  pelan  (tartil)  dan  tidak  cepat,  agar  dapat  menghayati  ayat  yang  dibaca. Rasulullah ShallAllohu  ‘alaihi  wa  sallam bersabda, yang artinya: “Siapa  saja  yang  membaca  Al-Qur’an  (khatam)  kurang  dari  tiga  hari,  berarti  dia  tidak  memahami”  (HR.  Ahmad  dan  para penyusun  Kitab-Kitab Sunan).  Dan  sebagian  kelompok  dari  generasi  pertama  membenci pengkhataman  Al Qur’an  sehari  semalam,  dengan  dasar hadits  di  atas.  Rasulullah  telah memerintahkan Abdullah Ibnu Umar untuk mengkhatamkan Al Qur’an setiap satu minggu (7 hari). (Muttafaq Alaih). Sebagaimana yang dilakukan Abdullah bin Mas’ud, Utsman bin Affan, Zaid bin Tsabit, mereka mengkhatamkan Al Qur’an sekali dalam seminggu.

Di  dalam  sebuah  ayat  Al Qur’an,  Alloh  Ta’ala menjelaskan  sebagian  dari  sifat-sifat  hambaNya yang  shalih,  yang  artinya:  “Dan  mereka  menyungkur  atas  muka  mereka  sambil  menangis  dan mereka bertambah khusyu’ (QS. Al-Isra’: 109). Agar membaguskan suara di dalam membacanya, sebagaimana  sabda  Rasulullah  ShallAllohu  ‘alaihi  wa  sallam,  yang  artinya:  “Hiasilah  Al-Qur’an dengan suaramu” (HR Ahmad, Ibnu Majah dan Al'Hakim). Di dalam hadits lain dijelaskan: “Tidak termasuk umatku orang yang tidak melagukan Al-Qur’an” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Maksud hadits di atas, membaca Al)Qur’an dengan susunan bacaan yang jelas dan terang makhroj huruf nya, panjang pendeknya bacaan, tidak sampai keluar dari ketentuan kaidah Tajwid.

Membaca  Al Qur’an  dimulai  dengan  Isti’adzah. Alloh  Subhanahu  wa  Ta’ala berfirman,  yang artinya: “Dan bila kamu akan membaca Al-Qur’an, maka mintalah perlindungan kepada Alloh dari (godaan-godaan) syaithan yang terkutuk” (QS. An-Nahl: 98). Apabila ayat yang dibaca dimulai dari awal surat, setelah isti’adzah terus membaca Basmalah, dan apabila tidak di awal surat cukup membaca  isti’adzah.  Khusus  surat  At-Taubah  walaupun dibaca  mulai  awal  surat  tidak  usah membaca Basmalah, cukup dengan membaca isti’adzah saja.

Membaca  Al Qur’an  dengan  berusaha  mengetahui  artinya  dan  memahami  inti  dari  ayat  yangdibaca  dengan  beberapa  kandungan  ilmu  yang  ada  didalamnya.  Firman  Alloh  Ta’ala,  yang artinya:  “Maka  apakah  mereka  tidak  memperhatikan  Al-Qur’an,  ataukah  hati  mereka  terkunci ?” (QS. Muhammad : 24). Membaca Al Qur’an dengan tidak mengganggu orang yang sedang shalat, dan tidak perlu membacanya dengan suara yang terlalu keras atau di tempat yang banyak orang. Bacalah dengan suara yang lirih atau dalam hati secara khusyu’. Rasulullah ShallAllohu ‘alaihi wa sallam bersabda,  yang  artinya :  “Orang  yang  terang-terangan  (di  tempat  orang  banyak) membaca  Al-Qur’an,  sama  dengan  orang  yang  terang-terangan  dalam  shadaqah”  (HR. Tirmidzi, Nasa’i, dan Ahmad).

Dalam hadits lain dijelaskan, yang artinya : “Ingatlah  bahwasannya  setiap  hari  dari  kamu  munajat kepada Rabbnya,  maka janganlah  salah  satu  dari  kamu mengganggu  yang  lain,  dan  salah  satu dari kamu tidak boleh mengangkat suara atas yang lain di dalam membaca (Al-Qur’an)” (HR. Abu Dawud, Nasa’i, Bai haqi dan Hakim), ini hadits shahih dengan syarat Shaikhani (Bukhari-Muslim).

Jadi  jangan  sampai  ibadah  yang  kita  lakukan  tersebut  sia-sia  karena  kita  tidak  mengindahkan sunnah Rasulullah dalam melaksanakan ibadah membaca Al Qur’an.  Misalnya,  dengan  suara yang keras pada larut malam, yang akhirnya mengganggu orang yang istirahat dan orang yang  shalat  malam.  Dengarkan  bacaan  Al Qur’an.  Jika  ada  yang  membaca  Al Qur’an,  maka dengarkanlah  bacaannya  itu  dengan  tenang,  Alloh  Ta’ala berfirman,  yang  artinya :  “Dan  tatkala dibacakan  Al-Qur’an,  maka  dengarkanlah  dan  diamlah,  semoga  kamu  diberi  rahmat” (QS.  Al A’raaf : 204).

Membaca Al Qur’an dengan saling bergantian yang bertujuan untuk pendidikan atau mempelajari Al Qur’an. Yang mendengarkannya harus dengan khusyu’ dan tenang. Rasulullah ber-sabda, yang artinya :  “Tidaklah  ber-kumpul  suatu  kaum  didalam  rumah-rumah Alloh,  mereka  membaca  Al-Qur’an  dan  saling  mempelajarinya  kecuali  akan  turun atas  mereka  ketenangan,  dan  mereka diliputi  oleh rahmat  (Alloh),  para malaikat  me-nyertai  mereka,  dan Alloh membangga-banggakan mereka di kalangan (malaikat) yang ada di sisiNya.” (HR. Abu Dawud).

Setiap  orang  Islam  wajib  mengatur  hidupnya  sesuai  dengan  tuntunan  Al Qur’an  dan  harus dipelihara kesucian dan kemuliaannya, serta dipelajari ayat-ayatnya, dipahami dan dilaksanakan sebagai konsekuensi kita beriman kepada Al Qur’an. (Minhajul Muslim, Fiqih Sunnah, At -TibyanFi  Adaabi  Hamlatil  Qur’an).  Sumber  : http://cintaislam.wordpress.com/2007/07/06/adab'adab'terhadap'al'quran/Kaka Atsaury


Tambahan :


  • Meletakkan Al Qur’an dengan bagian Al Fatihah di atas.
  • Jangan membawa  Al Qur’an  ke  negeri  musuh  Islam.  Ditakutkan  Al Qur’an  akan  dirusak  oleh mereka. (Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah).
  • Jangan berdebat dengan Al Qur’an. (Baihaqi, Ibnu Majah, Hakim). * Dikhawatirkan, argumen Al Qur’an  yang  diajukan,  ditolak  oleh  lawan  bicara  kita,  berarti  secara  tidak  langsung  ia  sudah menolak Al Qur’an. Dan berdebat itu sendiri sangat tidak disukai oleh agama. Bahkan dianjurkan untuk menghindari perdebatan walau pun merasa benar.
  • Seseorang yang sudah menghafal Al Qur’an atau sebagian ayat Al Qur’an, jangan mengatakan, “Aku lupa ayat ini...”, tetapi katakanlah, “Aku dilupakan oleh Allah ayat ini..”. (Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Ahmad).
  • Orang'orang  yang  tidak  boleh  memegang  Al Qur’an,  ialah :  Orang  junub,  Orang  haid,  Orang nifas, Orang kafir.
  • Jangan menyelonjorkan kaki ke Al Qur’an atau menyentuhnya dengan kaki. (Abu Nasir).
  • Al Qur’an tidak boleh dipakai bantal atau alas. (Thabrani, Baihaqi).
  • Al Qur’an tidak boleh dilangkahi. (Ibnu Hajar Asqalani).
  • Umar ra. senang jika melihat orang yang membaca Al Qur’an memakai baju putih. (Malik).
  • Ketika khatam dari tilawah Al Qur’an disunnahkan agar :


a.  Memperbanyak takbir dan tahmid.
b. Mengumpulkan keluarga dan doa  bersama'sama. (Ibnu Najar).

http://vb.tafsir.net/tafsir33721/
http://idrushasnialjawi.blogspot.com/2015/03/kedudukanlafadzdalamkaidahtatabaca.html
LINK ASAL :
www.fb.com/groups/groups/piss.ktb/1016707821685359
www.fb.com/notes/1032433020112839